Diposkan pada Kisah Nyata

Senja Hari di Perumahan

Senja hari de Perumahan
Senja hari di Perumahan

Hari sudah menunjukkan pukul 2 siang, ketika tiba-tiba aku teringat akan istriku yang menunggu di rumah, Masih terbayang kejadian semalam, ketika aku pulang dan malam telah larut. Kuketuk pintu dan kuucapkan salam.

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalamm, siapa?” terdengar suara istriku dari dalam rumah

“Abi,” jawabku.

Kemudian terdengar suara anak kunci berputar, dan pintupun terbuka, tampak istriku tersenyum, aku memasuki rumah dan kulihat di lantai ruang depan rumah kami tampak buku-buku yang berserakan di atas tikar yang terhampar, majalah Al Furqon, dan Al Mawadah, buku bahasa arab yang kuajarkan kemarin pagi, dan radio pemberian adikku. Aku tersenyum dalam hati, alhamdulillah istriku memuraja’ah apa yang kuajarkan selama ini sembari menungguku pulang, dan memanfaatkannya waktu luangnya untuk membaca dan mendengarkan saluran radio yang bermanfaat.

Mengingat hal itu terbayang rumah kecil yang kami tinggali saat itu, rumah tipe 21 yang telah dirombak, rumah kami itu (lebih tepatnya rumah kontrakan kami waktu itu) berada di pojok perumahan, dan di depannya terdapat danau kecil dengan air terjun dari saluran air, sehingga kalau malam banyak sekali terdengar bunyi serangga, dan gemericik air. Aku menyadari jika malam telah beranjak, ada rasa takut yang menghampiri hati istriku, apalagi sering terdengar suara isakan tangis wanita dari arah danau, oleh karena itu ia mengunci pintu dan jendela serta menyalakan radio keras-keras.

Kembali terlintas dalam pikiranku peristiwa yang lain, kejadian saat kami dalam perjalanan ke Bogor dari rumahnya setalah kami menikah. waktu itu kami baru sampai Cirebon, aku menulis pesan singkat untuk istriku “De, nanti jangan kaget ya, Abi ga punya apa-apa, kontrakan alakadarnya, karena itu adalah hidup yang abi pilih, agar mudah hisab kita nanti”. ya aku baru selesai kuliah, dan merintis usaha sedangkan istriku baru lulus bahkan belum di wisuda. Istriku menjawab ” insyaAllah Ade siap hidup sederhana bersama abi, walaupun tidur diatas tikar saja”.

Mengingat dua kejadian itu aku ingin bergegas pulang, kami baru menikah 2 minggu, namun aku sudah sering meninggalkannya dan pulang larut malam. maka setelah menunaikan sholat ashar, aku menyalakan motor dan menyampaikan pada kepala tukang bahwa hari ini aku pulang cepat dan memintanya untuk mengatur sisa pekerjaan yang lain. Perjalanan dari tempatku bekerja membutuhkan waktu hampir satu jam karena macet dan aku tidak senang membawa motor dengan cepat. Tak terasa aku telah memasuki perumahan, tampak di depanku pertigaan jalan menuju rumah, langit sudah menguning, jalanan masih sepi, sawah di depan tampak kuning akibat pantulan cahaya senja.

Namun tiba-tiba hati ini terasa berat, bayangan indah pernikahan yang selama ini aku bayangkan sebagai seorang pemuda sirna, berganti degan beban yang berat. Saat itu  aku teringat akan ayat Allah, yang sering kudengar di pengajian, namun baru saat ini aku memahami kandungan di dalamnya, dan beratnya tanggung jawab yang sekarang aku pikul.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا  

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka (At-Tahrim: 6)

dan hadits nabi

أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701)

Saat ini aku telah menjadi pemimpin bagi keluargaku, dan aku akan ditanya tentang istri dan anakku kelak, apakah aku mengajarkan pada mereka Islam, mengajarkan mereka untuk mentauhidkan Allah, untuk menjalankan hukum-hukum-Nya, menunaikan kewajibannya, bersabar dijalan-Nya dan bersyukur atas nikmat yang Ia berikan. mampukan aku menjalankan semua itu dan mampukah aku menghadapi hisab Allah atas keluargaku ini.

Dikemuadian hari aku bertanya pada seorang seinor, mengenai perasaanku ini,

“Akh, pernahkah antum merasakan/ memikirkan apa yang aku rasakan saat ini?’ maka iapun menjawab

“Mal, antum beruntung menyadari hal itu dalam dua minggu, ana baru menyadarinya setelah satu bulan, ya itulah tanggung jawab kita sebagai suami, kita hanya dapat berusaha dan meminta tolong kepada Allah untuk memudahkan kita dalam menjalankan amanat ini”

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.” (al Baqarah 286)

Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (at Thaha 25-28)

Zaujaty uhibbuki fillah..

Untuk Mas Alfi Khiriyansyah. Jazakallahkhu khoiran atas nasihatnya .

Diposkan pada Agama dan Psikologi, Kisah Nyata

Suatu Pagi di Pesantren

Pagi itu seperti biasa, kami berangkat ke masjid untuk sholat shubuh. Selesai sholat kami berdzikir dan membaca doa pagi dan sore, rutinitas yang kami jalani setiap hari. Namun ada yang lain hari ini, ketika kami hendak beranjak untuk persiapan belajar bahasa Arab, tiba-tiba Ustadz berkata dengan tegas,
“Jangan pergi dulu, hari ini ada yang ingin ana sampaikan”
maka kami pun kembali duduk, membentuk lingkaran pengajian, dan Ustadz-pun memulai pengajian,

Innal hamda lillah sa sholatu wasalamu “ala rosulillah, amma ba’du
mukadimmah yang singkat, yang biasanya ustadz sampaikan kalau mengumumkan sesuatu.
lalu Ustadz berkata dengan lantang
“Ada sebuah hadist”
مَنْ قَاتَلَ دُونَ مَالِهِ فَقُتِلَ فَهُوَ شَهِيدٌ

“man qotala dunna malihi wa huwa syahid” (HR Nasai 4016 dan yang semakna dengannya hingga 4023).
“Barang Siapa yang terbunuh untuk mempertahankan Hartanya maka ia Syahid” lalu dengan suara yang keras dan menghujam ustadz Melanjutkan.
“ANTUM ITU JANGAN PENGECUT!!!!!”
Jeder!!! kami pun diam tertunduk….
Flash Back

Cerita ini bermula ketika tahun pertama ana kuliah di IPB, pada waktu itu sedang dibangun sebuah pondok pesantren di dekat kampus, dekat tapi jauh, ditengah sawah, jauh dari pemukiman. Awal ana kesana pondok itu hanya seperti bangunan tak bertuan, dengan masjid yang setengah jadi dan bocor disana-sini, lubang-lubang galian pondasi yang belum jadi (pondasi sedalam 3-4 meter) yang berisi air, bangunan berupa bata yang ditumpuk tanpa atap yang hampir roboh (sekarang menjadi aula, dapur dan perpustakaan) bangunan yang sudah jadi hanyalah bangunan tempat tinggal ustadz dan asrama santri. rumah ustadz sendiri hanyalah rumah yang dibagi dua, terdiri dari dua kamar dan satu kamar mandi dihubungkan dengan masjid dan gerbang dengan jalan setapak yang masih berupa tanah.

Kami para mahasiswa diminta untuk menemani seorang Ustadz muda (tentu lebih tua dari ana) yang akan menjadi pengurus pesantren tersebut sebelum datang para santri yang ternyata baru akan datang hampir setahun kemudian. Walaupun pondok pesantren dikelilingi oleh pagar setinggi dua meter, namun tempat yang jauh dari pemukiman, lokasi yang luas dan berjauhan satu sama lain, menjadikan pondok pesantren menjadi sasaran yang empuk bagi para penyamun, dan tentunya kami pun menjadi korban pencurian penyamun tersebut, sudah 3 x saya membeli sepatu karena dicuri, walaupun jendela diberi jeruji, tidak bisa menghentikan langkah pencuri tersebut. Pernah suatu ketika kami (pada waktu itu ada tujuh orang lebih) terbangun dan menjumpai jeruji yang telah lepas dari bingkainya, jendela yang terbuka, dompet yang tak tahu dimana rimbanya, hp yang telah berpindah tangan, dan kaus kaki tanpa sepatu (sepatu ana hilang lagi).

Hari berlalu, dan minggu-pun berganti bulan, hingga di suatu malam, ana terbangun ketika mendengar suara tok-tok-tok. ana terdiam dan memperhatikan dengan seksama, kembali terdengar suara tersebut dari arah jendela. Maka ana pun bergerak perlahan untuk menyergap membangunkan senior A.
” Mas, bangun Mas, kliatannya ada yang mau nyongkel jendela deh, coba deh dengerin”
senior A pun terbangun,

” Wah betul” Ujarnya

Kemudian kamipun membangunkan senior-senior yang lain, katakanlah senior B,C, dan D. senior D yang paling muda diantara mereka (ana yang paling junior), berkata
“kita gerebek aja yuk”
“hayuk” kata senior C sambil kami memperisapkan diri. ketika kami baru mulai melangkah tiba-tiba senior A berkata :
“hati-hati loh, biasanya mereka sudah siap dengan parang dan golok, dan ga sendirian, bisa berlima atau lebih, nanti ketika kita baru nongol bisa-bisa malah kita yang disergap, dan melayanglah nyawa kita sia-sia”.
mendengar hal itu hati kami-pun menjadi keder…
akhirnya setelah diskusi kitapun keluar bersama-sama”.
senior D yang paling depan ”
“udah pergi aja, kita gak akan kejar, tapi jangan maling lagi ya”…. ngomong dari jarak jauh menghadap tumpukan kayu, bambu, dan bahan bangunan di dekat jendela.
tidak ada jawaban.
“Udah Pergi Aja” ujar senior D lagi, sekarang sambil melempar batu sandal dan apa aja yang bisa dilempar, kemudian terdengan suara gerebek gedabak gedebuk, dan kemudian hening.
setelah aga lama, kita mendekati jendela dan tampak bekas congkelan di sisi bawah jendela. alhamdullilah hari ini kita ga kemalingan.
maka shubuhpun tiba, dhuhur berganti ashar, ashar berganti maghrib, dan maghrib berganti isya, tidak habis-habisnya kami bercerita masalah pencurian itu. kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan persiapan selanjutnya, untuk mencegah hal itu berulang.
dan shubuh itu pun datang .

suara Ustadz yang lantar masih terngiang.
” ANTUM ITU JANGAN PENGECUT !!!”
“Kita ini seorang muslim, seorang muslim itu bukanlah pengecut, seorang muslim itu mencari syahid, bagaimana kalian akan berjihad jika mengahadapi pencuri aja takut. banyak diantara ulama dan orang sholih yang meniggal mempertahankan hartanya untuk mencari syahid.
dan jika memang kalian ga berani maka jangan membicarakan hal itu terus menerus, disamping kalian ada yang lemah, zaujah ana mendengar cerita antum jadi ga berani ditinggal.”

Rumah ana juga sering di datangi pencuri, pernah suatu ketika ana mendengar pencuri masuk melompati pagar belakng, waktu itu ana hanya bangun menyiapkan golok, menunggu, ketika pencuri tersebut mendekati jendela, ana segera buka korden mencabut golok dari sarungnya dan tersenyum.. pencuripun lari tunggang langgang. ga berani mereka kalau kitanya berani, kalau antumnya lemah dan lembek justru mereka akan semakin berani,

hal semacam itu ga pernah ana ceritakan hal itu kepada istri ana…..

dan ceramah ustadz pun berlanjut hingga matahari terbit.

dikemudian harin Ustadz memberikan kami lamu senter yang sangat besar yang bisa diisi ulang, dan beberapa bilah golok. kami hanya bisa memandang bilah-bilah golok tersebut, dan memanfatkannya untuk memotong rumput (semua dari kami yang tinggal disana setau ana ga pernah berkelahi apalagi megang golok).

Hikmah yang bisa ane ambil :
1. Semakin seseorang memahami tauhid, memahami islam, dan kuat keimanannya kepada Allah, maka Allah akan tanamkan keberanian kepada mereka, Allah tanamkan takut pada musuh-musuh mereka, karena mereka meyakini bahwa tiada kekuatan yang lebih besar dari Allah, Hidup dan mati ditangan Allah, dan tidak ada yang mereka cari melainkan Syahid serta syurganya.  dan ana lihat sendiri keberanian Ustadz selain dari kisah diatas.
2. Jangan suka mengobrol hal yang ga penting, yang diluar kemampuan, dan menakut-nakuti diri sendiri.
3. Jangan menceritakan segala sesuatu hal-hal yang dapat membuat orang yang lemah menjadi kuatir dan menakut-nakuti mereka. baik itu bahaya, kesulitan ekonomi, selama masih bisa dipecahkan sendiri maka jangan memberatkan istri adan anak kita untuk ikut memikirkannya tas nama sharing. suka duka ditanggung bersama, itu bukanlah sikap yang baik.

Syukron wa jazakumullohu khoiran ‘ala ustaduna Arman Amry Lc. dan senior-senior ana, kalo ada yang salah mohon diluruskan

sekian